ISU/POTENSI ALAMI MENJADI MODAL POKOK PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR BERKELANJUTAN
Seperti yang kita ketahui, Sumber Daya Alam yang kita miliki adalah
terbatas jumlahnya. Dan pembangunan semakin semarak kini baik
pembangunan infrastruktur maupun perumahan untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Selain itu, semaraknya Global Warming semakin terasa kini cuaca
tak menentu dan tidak dapat dipastikan. Bangunan merupakan penyaring
faktor alamiah penyebab ketidaknyamanan, seperti hujan, terik matahari,
angin kencang, dan udara panas tropis, agar tidak masuk ke dalam
bangunan. Udara luar yang panas dimodifikasi bangunan dengan bantuan AC
menjadi udara dingin. Dalam hal ini dibutuhkan energi listrik untuk
menggerakkan mesin AC. Demikian juga halnya bagi penerangan malam hari
atau ketika langit mendung, diperlukan energi listrik untuk lampu
penerang.
PEMBAHASAN
Penghematan energi melalui rancangan bangunan mengarah pada
penghematan penggunaan listrik, baik bagi pendinginan udara, penerangan
buatan, maupun peralatan listrik lain. Dengan strategi perancangan
tertentu, bangunan dapat memodifikasi iklim luar yang tidak nyaman
menjadi iklim ruang yang nyaman tanpa banyak mengonsumsi energi listrik.
Kebutuhan energi per kapita dan nasional dapat ditekan jika secara
nasional bangunan dirancang dengan konsep hemat energi. Hal inilah yang
menuntut seorang arsite untuk membuka jalan untuk dapat mengatasi
permasalahan tersebut dengan inovasi-inovasi terbaru. Para arsitek di
Barat memulai langkah merancang bangunan hemat energi sejak krisis
energi tahun 1973, sementara hingga kini-30 tahun sejak krisis energi di
negara Barat-belum juga muncul pemikiran ke arah itu di kalangan
arsitek Indonesia. Karena rancangan arsitek merupakan media yang memberi
dampaksecara langsung terhadap lingkungan. Hal inilah yang memunculkan
konsep yang berwawasan lingkungan yaitu Eko-Arsitektur yang sebagai
bentuk kepedulian. Pola perencanaan Eko-arsitektur suatu bangunan selalu
memanfaatkan peredaran alam sebagai berikut.
Perancangan bangunan dapat dilakukan dengan dua cara: secara pasif dan aktif.
Perancangan bangunan dapat dilakukan dengan dua cara: secara pasif dan aktif.
APA YANG DIMAKSUD DENGAN PERANCANGAN PASIF ?
Perancangan pasif merupakan cara penghematan energi melalui
pemanfaatan energi matahari secara pasif, yaitu tanpa mengonversikan
energi matahari menjadi energi listrik. Rancangan pasif lebih
mengandalkan kemampuan arsitek bagaimana rancangan bangunan dengan
sendirinya mampu “mengantisipasi” permasalahan iklim luar.
Perancangan pasif di wilayah tropis basah seperti Indonesia umumnya dilakukan untuk mengupayakan bagaimana pemanasan bangunan karena radiasi matahari dapat dicegah, tanpa harus mengorbankan kebutuhan penerangan alami. Sinar matahari yang terdiri atas cahaya dan panas hanya akan dimanfaatkan komponen cahayanya dan menepis panasnya.
Strategi perancangan bangunan secara pasif di Indonesia bisa dijumpai terutama pada bangunan lama karya Silaban: Masjid Istiqal dan Bank Indonesia; karya Sujudi: Kedutaan Prancis di Jakarta dan Gedung Departemen Pendidikan Nasional Pusat; serta sebagian besar bangunan kolonial karya arsitek-arsitek Belanda. Meskipun demikian, beberapa bangunan modern di Jakarta juga tampak diselesaikan dengan konsep perancangan pasif, seperti halnya Gedung S Widjojo dan Wisma Dharmala Sakti, keduanya terletak di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.
APA YANG DIMAKSUD DENGAN PERANCANGAN AKTIF?
Dalam rancangan aktif, energi matahari dikonversi menjadi energi
listrik sel solar, kemudian energi listrik inilah yang digunakan
memenuhi kebutuhan bangunan. Dalam perancangan secara aktif, secara
simultan arsitek juga harus menerapkan strategi perancangan secara
pasif. Tanpa penerapan strategi perancangan pasif, penggunaan energi
dalam bangunan akan tetap tinggi apabila tingkat kenyamanan termal dan
visual harus dicapai.
Strategi perancangan aktif dalam bangunan dengan sel solar belum dijumpai di Indonesia saat ini. Penggunaan sel solar masih terbatas pada kebutuhan terbatas bagi penerangan di desa-desa terpencil Indonesia.
Salah satu bangunan yang dianggap paling berhasil menerapkan teknik perancangan pasif dan aktif secara simultan dan sangat berhasil dalam mengeksploitasi penggunaan sel solar adalah bangunan paviliun Inggris (British pavillion). Bangunan ini dirancang Nicholas Grimshaw & Partner, arsitek yang juga merancang Waterloo International Railway Station yang menghubungkan Inggris dengan Perancis melalui jalur bawah laut. Paviliun Inggris ini dibangun di kompleks Expo 1992 di kota Seville, Spanyol, sebagai perwujudan hasil sayembara tahun 1989 yang dimenangi arsitek tersebut.
Langkah merancang bangunan hemat energi baik secara pasif maupun aktif seperti di atas perlu dicermati. Sudah waktunya para arsitek Indonesia memulainya. Jika dalam waktu dekat Indonesia menjadi negara pengimpor minyak neto dan harga BBM dan tarif listrik dalam negeri melambung, sebagian besar bangunan yang boros energi tidak lagi dapat berfungsi. Pemakai bangunan akan menemui kesulitan menanggung biaya listrik untuk lift, AC, pompa, dan peralatan lain, yang tinggi. Masih ada waktu untuk menghindari situasi buruk semacam ini dengan memulai merancang bangunan yang hemat energi, hemat listrik, sejak sekarang.
"Bahan bangunan yang digunakan untuk sebuah proyek pembangunan merupakan prioritas utama yang perlu diperhatikan apabila Kesalahan desain dan kesalahan memilah bahan bangunan yang berakibat boros energy akan berdampak terhadap biaya operasional bangunan tersebut dan efeknya juga akan mengganggu pengguna/manusia dan lingkungannya."