ARSITEKTUR BIOLOGIS
Arsitektur Biologis Kontemporer
Beberapa tahun terakhir, isu pemanasan global menjadi masalah kritis
yang semakin disadari oleh banyak manusia di muka bumi. Tidak
seimbangnya ekosistem alam, gejala cuaca ekstrem yang semin sulit
diprediksi, dan bencana alam dalam berbagai skala dan fenomena mulai
menjadi pembahasan hangat di setiap negara. Para pemimpin bangsa di
berbagai belahan dunia pun berkumpul untuk membahas masalah pemanasan
global ini, sebab bumi ini adalah tempat tinggal manusia bersama,
sehingga penyelesaiannya pun harus dilakukan bersama-sama. Selain itu,
berbagai komunitas dan lembaga swadaya masyarakat yang peduli akan
lingkungan menjamur di mana-mana. Mereka membuat gerakan sadar
lingkungan.
Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kualitas
lingkungan hidup adalah dengan menciptakan bangunan yang ramah
lingkungan, baik dari segi rancang bangun (desain) maupun material
bangunannya . Saat ini bukan waktunya untuk berlomba-lomba membuat
bangunan pencakar langit, tetapi lebih dari itu, kita juga perlu
memikirkan bangunan yang ramah dengan alam lingkungan, sehingga tercipta
keseimbangan alam yang harmonis.
Dalam
arsitektur dikenal istilah arsitektur biologis, yaitu pengetahuan
tentang hubungan integral antara manusia dan lingkungan hidup. Istilah
arsitektur biologis diperkenalkan oleh beberapa ahli bangunan, antara
lain Prof. Mag.arch, Peter Schmid, Rudolf Doernach dan Ir. Heinz Frick.
Sebenarnya, arsitektur biologis bukan merupakan hal yang baru, sebab
sejak ribuan tahun yang lalu nenek moyang kita telah menerapkan konsep
dasar dari arsitektur biologis ini, yaitu dengan membangun rumah adat
(tradisional) menggunakan bahan-bahan yang diambil dari alam sehingga
tidak mencemari lingkungan dan mempertimbangkan rancang bagun yang dapat
tahan dengan segala macam ancaman alam, seperti hewan buas dan bencana
seperti banjir, longsor, gempa, dan lain-lain. Rumah adat yang berbentuk
rumah panggung adalah contoh dari arsitektur biologis masyarakat
Indonesia zaman dahulu. Pada peristiwa gempa di Padang tahun lalu, rumah
adat ini terbukti lebih kokoh dibanding dengan rumah atau bangunan
lain, karena bobotnya yang ringan, terbuat dari bambu dan kayu.
Di
era modern seperti sekarang, menggunakan arsitektur biologis bukan
tidak mungkin, apalagi di saat kondisi bumi mengalami perubahan drastis
yang disebabkan pemanasan global. Namun, tentu kita tidak harus
membangun bangunan yang sama persis dengan rumah adat, karena kondisi
lingkungan saat ini tidak lagi memungkinkan kita untuk membuatnya. Yang
mungkin kita lakukan adalah dengan mencoba membuat rancang bangun rumah
yang efisien akan sumber daya (seperti listrik) tanpa mengurangi
kenyaman bagi penghuni rumah itu sendiri. Selain itu, pentingnya
pendekatan ekologis seperti ramah lingkungan, ikut menjaga kelangsungan
ekosistem, menggunakan energi yang efisien, memanfaatan sumber daya alam
yang tidak dapat diperbarui secara efisien, menekanan penggunaan sumber
daya alam yang dapat diperbarui dengan daur ulang dalam membangun
lingkungan akan turut meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Hal ini
menjadi konsep arsitektur biologis saat ini menjadi lebih kontemporer.
Para
ahli bangunan dan desainer interior telah banyak memberikan saran dalam
pembangunan rumah ramah lingkungan, misalnya pendapat Yeang, seorang
ahli bangunan Cina yang menerapkan integrasi kondisi ekologi, yang
dilalakukan dengan tiga cara, yaitu pertama, integrasi fisik dengan
karakter fisik ekologi setempat, meliputi keadaan tanah, topografi, air
tanah, vegetasi, iklim dan sebagainya. Kedua, integrasi sistim-sistim
dengan proses alam, meliputi: cara penggunaan air, pengolahan dan
pembuangan limbah cair, sistimpembuangan dari bangunan dan pelepasan
panas dari bangunan dan sebagainya. Ketiga, integrasi penggunaan sumber
daya yang mencakup penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan
(Yeang, 2006).
Dewasa ini, mulai banyak rimah-rumah yang membuat
panel tenaga surya untuk membantu memnuhi kebutuhan listrik di rumah,
jadi tidak hanya bergantung pada sumber daya listrik pemerintah yang
menggunakan bahan bakar yang tidak terbaharui. Selain itu, penanaman
taman di atap (roof garden) dan membuat lubang resapan di halamn rumah
juga membantu dalam mengurangi risiko polutan yang terserap dan bencana
banjir. Hal yang juga penting untuk dilakukan adalah menggunakan
barang-barang kayu (meubel) yang telah bersertifikat, sebagai tanda
material pembuat meubel tersebut adalah bukan dari hasil pembalakan
liar. Kita pun perlu meningkatkan kesaran masyarakat akan hal ini, sebab
di negara-negara maju seperti Amerika, kesadaran untuk memakai bahan
bangunan dan perabot yang legal telah digalakkan secara optimal.
Tujuan perancangan arsitektur melalui pendekatan arsitektur adalah upaya
ikut menjaga keselarasan bangunan rancangan manusia dengan alam untuk
jangka waktu yang panjang. Keselarasan ini tercapai melalui kaitan dan
kesatuan antara kondisi alam, waktu, ruang dan kegiatan manusia yang
menuntut perkembangan teknologi yang mempertimbangkan nilai-nilai
ekologi, dan merupakan suatu upaya yang berkelanjutan untuk meningkatkan
kualitas lingkungan hidup.
sumber : http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/82008/TEK%201%20Pendekatan%20ekologi%20wanda%20UKP.pdf
http://hendriologi.blogspot.com/2010/11/arsitektur-biologis-kontemporer.html